Sexy Purple Lips
YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES
lady gaga photo: Lady gaga 177845c4-bcb9-4e17-8a37-8823ef6ad54.jpg

Minggu, 02 Desember 2012

Keadaan Kepariwisataan di Bali-Indonesia


Seiring dengan perjalanan pariwisata Bali, yang dibungkus dengan kebaikan dan keburukannya, ternyata masih layak dipertanyakan kembali sudahkah kita membangun untuk Bali? Sudahkan pembangunan berbasis budaya? Atau sudahkah berkelanjutan untuk Bali atau berkelanjutan untuk segelitir orang? Deretan pertanyaan ini layak direnungkan kembali, terutama bagi komponen pariwisata maupun seluruh masyarakat Bali, karena banyak sisi lemahnya yang kasat mata dalam pembangunan pariwisata Bali. Ada beberapa kelemahan pengelolaan pariwisata Bali yang kerap disorot akademisi, praktisi budaya, lingkungan, pers maupun tokoh masyarakat, terutama mengenai isu lingkungan dan sosial budaya. Dari aspek keberlanjutan ekologi misalnya pembangunan fasilitas pariwisata yang melanggar sempadan pantai (kepatutan) maupun dasyatnya alih fungsi lahan, dari hamparan sawah menjadi hamparan beton. Dari aspek sosial budaya, pariwisata Bali dengan kredo pariwisata budaya, juga kurang mengakomodir aspirasi seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat lokal yang terorganisir melalui desa adat tidak dilibatkan secara aktif, terkesan hanya “dinikmati“ oleh segelintir orang. Konflik dalam memperebutkan, siapa yang sepatutnya berhak mengelola daya tarik wisata, kerap juga menjadi sorotan media.

Sebelum terjadinya bom Bali I 12 Oktober 2012, wisatawan yang datang ke Bali mencapai 1,3 juta orang, turun 22 persen menjadi 993 ribu wisatawan pada 2003. Setelah sempat naik menjadi 1,45 juta orang pada 2004, kunjungan wisatawan asing ke Bali anjlok lagi menjadi 1,26 juta pada 2006 akibat serangan bom Bali II pada November 2005. Pada 2007, jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali meningkat menjadi 1,66 juta dan naik lagi menjadi 1,966 juta pada 2008, 2,22 juta pada 2009, 2,4 juta pada 2010 dan 2,7 juta pada 2011.

Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika memandang pengembangan kepariwisataan di Bali harus memiliki karakteristik untuk menjaga citra keunikan destinasi wisata. Ia mencontohkan untuk kawasan wisata Sanur yang sejak dulu mempertahankan karakteristik wisata yang damai dan tenang, sehingga tidak mungkin di sana akan dibangun diskotik yang besar-besar. Berbeda halnya dengan kawasan Kuta. Menurut dia, panduan dasar pengembangan wisata di Bali dengan karakteristik tersendiri sudah ada di dalam Perda No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali. Ia juga tidak bisa mengatakan pembangunan kepariwisataan Bali sudah menyimpang atau belum karena sesungguhnya pemerintah belum secara tegas mengacu pada rencana induk pengembangan pariwisata yang mana disepakati dan dipegang. Di sisi lain, ia memandang pengembangan pariwisata Bali juga harus memperhatikan ketersediaan air di Pulau Dewata.

Sebagai industri perdagangan jasa, kegiatan pariwisata tidak terlepas dari peran serta pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu; perencanaan (planning) daerah atau kawasan pariwisata, pembangunan (development) fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran kebijakan (policy) pariwisata, dan pembuatan dan penegakan peraturan (regulation).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Widget Animasi